Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam Pada Anak Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu : laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalogi dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang ini ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam Pada Anak
1.LaboratoriumPemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang ditujukan selain untuk mencari etiologi kejang juga untuk mencari komplikasi akibat kejang yang lama. Jenis pemeriksaan laboratorium ditentukan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, hitung jenis, dan prothrombin time. Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan laboratorium : darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium dan magnesium. Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang normal pada pemeriksaan laboratorium tersebut di atas, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Bila dicurigai adanya meningitis bakterialis, lakukan pemeriksaan kultur darah, dan kultur cairan serebrospinal (CSS). Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks.
2.Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai penurunan status kesadaran atau mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama, gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP). Bila didapatkan kelainan neurologis fokal dan adanya peningkatan tekanan intracranial, dianjurkan memeriksakan CT scan kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.
The American Academy of Pediatric sangat merekomendasikan pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai demam pada anak usia di bawah 12 bulan, karena gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 – 18 bulan pungsi lumbal dianjurkan, sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan pungsi lumbal dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intrakranial (meningitis)
3.Elektroensefalografi
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis dan tidak perlu dengan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khususnya interiktal EEG. Gambaran EEG abnormal dapat berhubungan dengan klinis kejang, dapat berupa gelombang paku, tajam dengan atau tanpa gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat umum, multifokal, atau fokal pada daerah temporal maupun frontal.
Pemeriksaan EEG segera setelah kejang dalam 24 – 48 jam, atau sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainan EEG tidak selalu berhubungan dengan beratnya gambaran klinis. Gambaran EEG yang normal atau kelainan ringan merupakan indikasi terhadap kemungkinan bebasnya kejang setelah obat anti epilepsy dihentikan.
4.Neuroimaging
Pemeriksaan foto rontgen kepala dapat memperlihatkan adanya fraktur tulang kepala, tetapi mempunyai nilai diagnostik yang minimal. Kelainan jaringan otak pada trauma kepala dapat dilihat dengan menggunakan gambaran Computed Tomography Scan (CT scan) kepala. Kelainan pada gambaran CT scan kepala dapat ditemukan pada pasien kejang dengan riwayat : trauma kepala, pemeriksaan neurologi abnormal, perubahan pola kejang, kejang berulang, penyakit susunan saraf pusat terdahulu, kejang fokal, dan riwayat keganasan.
Baca Juga : Penyakit Lupus
Magnetic Resonanse Imaging (MRI) lebih superior daripada CT dalam mengevaluasi lesi epileptogenik, atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah yang tertutup oleh struktur tulang misalnya daerah serebelum atau batang otak. MRI dipertimbangkan pada anak dengan kejang yang sulit diatasi, epilepsi lobus temporalis, perkembangan terlambat tanpa adanya kelainan pada CT scan, dan adanya lesi ekuivokal pada CT scan. (FKUI, 2002)
0 comments:
Posting Komentar